Bagi masyarakat Jawa, di samping kain batik terdapat pula sebuah kain yang menarik untuk dicermati. Kain ini lazim disebut dan dikenal dengan nama kain tenun lurik. Kain tenun lurik ini memiliki kekhasannya tersendiri. Secara visual kain tenun lurik merupakan kain dengan susunan unsur garis dan bidang yang bervariasi. Unsur garis dan bidang tersebut bukan semata hanya bertujuan untuk keindahan secara visual semata atau visioplastis semata, namun juga memiliki keindahan secara fisolofis.
Artikel ini akan mereview kembali tentang keberadaan tenun lurik yang ada di Jawa. Pembahasan pertama adalah berkaitan dengan aspek teknis yang meliputi alat, bahan, dan teknik produksi tenun lurik. Aspek estetis dan filosofisnya akan menjadi bahasan berikut. Adapula ualasan tentang berbagai jenis kain tenun lurik masa kini yang memiliki aspek fungsi yang sudag dikembangkan mengikuti selera pasar dan semnagat zaman modern saat ini.
Alat, Bahan, dan Teknik Produksi
Tenun Lurik
Alat tenun yang digunakan dalam pembuatan kain tenun lurik pada awalnya masih menggunakan alat tenun yang sangat sederhana, yaitu alat tenun gedhog atau genhong. Dalam perkembangannya untuk mencapai hasil produksi yang lebih cepat, para pengrajin tenun lurik beralih menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Yang hingga saat ini masih dipertahankan sebagai alat pembuatan tenun lurik diberbagai daerah di Pulau Jawa.
Bahan dasar yang dibutuhkan dalam pembuatan tenun lurik berupa benang yang terdiri dari dua macam. Yaitu benang lungsi dan benang pakan. Benang lungsi yang biasa digunakan adalah berupa benang dalam wujud cones yang dikemudian diolah dan dipersiapkan melalui proses penyetrengan, penyelupan, dan pengelosan. Mari kita pahami lebih dalam dari proses-poses tersebut, simak ulasan di bawah berikut ini :
1.Penyetrengan adalah mengurai benang dari bentuk cones kedalam bentuk strenk, hal ini dilakukan dengan tujuan agar dalam proses pewarnaan benang, zat warna dapat meresap dengan sempurna ke dalam benang.
2.Proses penyelupan (pewarnaan) pada beang tenun dapat dilakukan dengan menggunakan bahan pewarna tradisional yang berasal dari bahan-bahan dan uga dapat menggunakan bahan-bahan pewarna sintetis yang memiliki aneka pilihan warna yang cukup banyak.
3.Proses pengelosan adalah menggulung benang dari bentuk cones, strenk, atau kelos ke dalam bobbin yang bertujuan untuk menyiapkan benang lungsi. Sedangkan untuk menyiapkan benang pakan dilakukan dengan proses pemaletan, yaitu menggulung benang dalam bentuk cones ke dalam kleting.
Teknik produksi tenun lurik dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu persiapan, penyetelan, dan penenunan.
Tahap persiapan ialah tahap mempersiapkan bahan dan alat sampai dengan tahap penyetelan alat hingga siap untuk pelaksanaan penenunan. Setelah memastikan penyetelan terlaksana dengan baik, maka tahap penenunan siap untuk dilaksanakan. Menenun padaprinsipnya seperti juga menganyam benang lungsi dan benang pakan. Proses menenun merupakan proses yang mengulang-ulang gerakan.
Aspek Estetis dan Filosofis
Tenun lurik merupakan salah satu wujud kekayaan budaya tradisional Jawa. Sebagai salah satu bentuk kain tradisional, tenun lurik bukan hanya berfungsi sebagai pakaian semata, namun juga memiliki nilai filosofis yang sangat penting bagi masyarakat. Masyarakat yang sangat kental dengan suasana hidup mistis yang dilatarbelakangi ole kebudayaan Hindu yang melingkupinya di masa lampau.
Penciptaan tenun lurik dilakukan bukan hanya untuk mengisi waktu luang yang setela mereka panen dan menanami sawah-sawahny kembali hingga menunggu masa panen berikutnya. Akan tetapi lebih jauh lagi telah bersinggungan dengan kepentingan, kepercayaan, perasaan sakral, dan pemuasan akan cita rasa keindahan. Tenun lurik juga penuh dengan semua makna, bermacam-macam corak dengan variasi warna yang berbeda mengandung makna yang telah digariskan menjadi sebuah patron corak. Patron tersebut merupakan hasil karya para empu yang piawai yang di dalamnya telah disertakan seluruh cita rasa dan aspirasi kepentingan budaya masa itu.
Ptaron-patron dalam tenun lurik oleh masyarakat Jawa dianggap mempunyai kekuatan mistis, sehingga penggunaannya terbatas pada waktu dan kepentingan tertentu saja. Seperti corak liwatan, tumbar pecah, kembenan dan nyampingan yang dipakai untuk upacara selamatan tujuh bulanan, corak pletek jarak yang khusus diakai oleh para bangsawan yang dapat menambah kewibawaan pada pemakainnya.
Tenun sendiri secara umum diartikan sebagai proses pembuatan kain dengan menyilangkan benang vertikal (lungsi) serata serta horizontal (pakan) dengan menggunakan alat tenun. Menenun adalah suatu cara membuat pakaian yang mempunyai prinsip-prinsip menjalin bagian-bagian yang lurus atau vertikal dengan bagian yang melintang atau horizontal.
Lurik adalah tenun yang motifnya didominasi dengan lerek-lerek atau garis-garis. Corak garis-garis searah panjang sehelai kain disebut dengan istilah lajuran, dan yang searah lebar kain dan disebut pakan malang. Adapun corak kotak-kotak kecil diseut dengan istilah cacahan. Ketiga corak tersebut di Jawa khususnya Jawa tengah dan Jawa Timur disebut sebagai lurik.