Jual kain lurik ATM (Alat Tenu Mesin) kain premium dengan harga berani bersaing. Menurut Nian S. Joemena (2000) dalam buku Lurik, Garis-garis Bertuah berbagai penemuan sejarah memperlihatkan bahwa kain tenun lurik telah ada di Jawa sejak lama. Berbagai prasasti seperti prasasti peninggalan zaman Kerajaan Mataram (851-882 M) menunjuk adanya kain lurik yang disebut lurik pakan malang. Kemudian prasasti Raja Erlangga dari Jawa Timur tahun 1033 M menyebutkan kain tuluh watu, salah satu nama kain lurik. Demikian juga pemakaian selendang pada arca terakota asal Trowulan di Jawa Timur dari abad ke 15 M juga memperlihatkan pemakaian kain lurik pada masa itu. Yang lebih memperkuat pendapat bahwa tenun lurik telah dikenal lama di Pulau Jawa adalah pemakaian kain tenun pada arca-arca dan relief candi yang tersebar di Pulau Jawa.
Kain lurik merupakan produk kerajinan tradisional. Kain lurik bermotif garis vertikal dan horizontal yang membentuk motif sederhana. Warna kain lurik umumnya gelap, seperti hijau tua, coklat tua, kuning tua, biru tua, merah tua, dan sebagainya. Sebagian besar pemakai kain lurik adalah wanita, dipakai sebagai jarit atau kain panjang, untuk sarung, selendang, dan juga stagen. Untuk laki-laki, kain lurik biasanya digunakan sebagai bahan baju surjan, yakni baju tradisional dengan lengan panjang dan bagian muka sebelah bawah lebih panjang dari bagian belakangnya. Tiga daerah utama penyebaran lurik di Pulau Jawa adalah Yogyakarta, Solo, dan Tuban. Adapun alat tenun yang paling awal dikenal adalah alat tenun gendong yang tidak banyak berubah bentuknya dari dulu sampai sekarang. Alat tenun yang lain adalah alat tenun bendho.
Baca juga : Prasojo lurik asli Solo
Alat tenun yang lebih modern dikenal dengan istilah ATBM (alat tenun bukan mesin). Generasi terakhir alat tenun dikenal dengan istilah ATM (alat tenun mesin). Dalam bahasa Jawa kuno lorek berarti lajur atau garis, belang, dan dapat juga berarti corak. Karena itulah mengapa di Jawa Tengah dan Jawa Timur kain tenun bercorak lajur ini akhirnya dikenal dengan nama lurik.
Beberapa motif dasar lurik antara lain:
(1) corak garis-garis searah panjang kain, disebut dengan istilah lajuran,
(2) garis-garis yang searah lebar kain yang disebut pakan malang, dan
(3) lurik dengan corak kecil-kecil yang disebut cacahan.
Di daerah Parahyangan dan Madura, kain lurik disebut juga kain poleng yang berarti kain belang-belang. Kini istilah kain poleng lebih dikenal sebagai kain kota-kotak hitam putih yang dipercaya dapat menolak bala (bangum tolak). Sedangkan kain lurik polos dikenal dengan nama polosan. Khususnya di daerah Solo dan Yogyakarta kain lurik ditenun dengan teknik amanan wareg, yang berarti anyaman datar atau polos.
Dilihat dari teknik pengerjaannya sebetulnya teknik ini sangat sederhana, tetapi keterampilan dan kejelian dalam memadukan warna serta tata susunan kotak dan garis yang serasi dan seimbang akan menghasilkan kain lurik yang indah dan mengagumkan. Sebagaimana kain-kain lain di Nusantara, kain lurik juga sarat dengan makna. Lurik tak dapat dipisahkan dengan kepercayaan dan ikut mengiringi berbagai upacara agama, ritual dan adat sepanjang daur kehidupan manusia. Filosofi dan makna sehelai lurik biasanya tercermin dalam motif dan warna lurik. Ada corak-corak yang dianggap sakral yang memberi tuah, ada yang memberi nasehat, petunjuk dan juga harapan. Semuanya tercermin dalam corak ragam hias yang kita kenal dengan istilah motif (makna motif sehelai lurik). Berbagai unsur seperti warna, motif, dan kepercayaan yang menyertai lurik membuat nilai sebuah lurik menjadi tinggi. Penggunaan lurik terutama penggunaan lurik Solo dan Yogya yang dipakai dalam penyelenggaraan upacara tertentu juga berbeda-beda maknanya tergantung maksud dan tujuan upacara yang diselenggarakan.
Dilihat dari segi bentuk dan ukuran, umumnya lurik Solo dan Yogyakarta terdiri dari 5 bentuk dan ukuran yaitu :
1. Jarit atau kain panjang, dengan ukuran (1 x 2,5) m.
2. Kain sarung, dengan ukuran (1 x 2) m.
3. Kain ciut, yang adalah kain selendang dengan ukuran (0,5 x 3) m.
4. Kain kemben dengan ukuran (0,5 x 2,5) m.
5. Stagen (ikat pinggang) dengan (0,15 x 3,5) m.
Bakal kelambi (bahan baju) untuk kebaya wanita, sruwal, baju peranakan, dan surjan untuk pria. Sebagai tambahan, kain lurik tidak umum dipakai sebagai ikat kepala.
Informasi mengenai seputar kain lurik maupun kain batik tulis, silahkan hubungi kontak WA :
Pak Muzakir 0822 6565 2222.